PANTAI SADENG
Gambar 1.1 pantai sadeng |
Jam Buka Pantai Sadeng
Senin - Minggu: buka 24 jam
Dahulu kala Sungai Bengawan Solo mengalir tenang dari dulunya ayah utara hingga bermuara berada wisata jogja Pantai Sadeng kini berada di Kabupaten Gunung Kidul. Namun, empat juta tahun silam, sebuah proses geologi terjadi. Lempeng Australia menghujam bawah Pulau Jawa, menyebabkan dataran Pulau Jawa perlahan terangkat. Arus sungai akhirnya tak bisa melawan hingga akhirnya aliran pun berbalik ke utara. Jalur semula akhirnya tinggal jejak perlahan mengering karena tak ada lagi air mengalir. Wilayah ini kaya akan bukit-bukit kapur menurut beberapa penelitian, semula merupakan karang-karang yang berada bawah permukaan laut.
Kini, bekas aliran sungai yang populer lewat lagu keroncong berjudul Bengawan Solo ciptaan Gesang itu menjadi objek wisata menarik. Tak ketinggalan wisata jogja Pantai Sadeng menjadi muaranya, selain objek wisata juga salah satu pelabuhan perikanan besar di Yogyakarta. Keduanya menjadi jejak geologi yang berharga. Beberapa waktu lalu, sempat mengadakan paket wisata menyusuri jalur Bengawan Solo Purba hingga muaranya.
Gambar 1.2 pantai sadeng |
Tampak dua buah perbukitan kapur yang tinggi memanjang mengapit sebuah dataran rendah semula adalah jalur aliran. Dataran rendah kini lahan berladang palawija penduduk setempat itu berkelok indah, memanjang sejauh 7 kilometer arah utara, hingga wilayah Pracimantoro di Kabupaten Wonogiri. Kelokannya membuat mata tergoda untuk menyusurinya utara hingga tempat pembalikan aliran sungainya.
Jalur aliran juga bisa menyusuri ke arah selatan hingga bekas muaranya wisata jogja Pantai Sadeng. Menurut penuturan salah seorang nelayan, muara Bengawan Solo Purba berada pantai sebelah timur, wilayah kini termasuk areal pelabuhan perikanan. Meski demikian, penyusuran ke selatan tak akan seindah ke utara, sebab jalan menuju ke wisata jogja Pantai Sadeng tidak searah dengan jalur aliran sungai terbesar di Jawa itu.
Gambar 1.3 pantai sadeng |
Berkembangnya Sadeng sebagai pelabuhan ikan pun punya cerita tersendiri. Sekitar tahun 1983, serombongan nelayan ikan dari Gombong, Jawa Tengah datang ke tempat ini. Mereka menganggap Sadeng sangat berpotensi sebagai tempat melaut. Tantangannya cukup berat, bukan hanya karena ombak laut selatan yang besar, tetapi juga kepercayaan penduduk setempat tak memperbolehkan melaut dan wilayah pantai yang konon wingit. Namun, salah satu nelayan bernama Pairo temui wisatawan, mengungkapkan bahwa nelayan Gombong saat itu berkeyakinan, "Sopo Wae mlebu Sadeng Sedeng".
Berarti, siapa saja berani tinggal wisata Sadeng akan memberi kekuatan untuk hidup. Akhirnya, bertahanlah serombongan nelayan dari Gombong itu, hingga hasil tangkapan ikan pun terus meningkat dan mereka mampu bertahan hidup. Kemajuan pun terus dicapai. Tahun 1986, didirikan tempat pelelangan ikan dan membangun pelabuhan dilengkapi mercusuar untuk mendukung aktivitas perikanan. Sekitar tahun 1989, berdiri sebuah koperasi untuk membantu para nelayan. Hingga akhirnya pada tahun 1995, berdiri kantor yang mengurus hasil tangkapan ikan sekaligus pondokan serupa rumah petak dikontrakkan untuk para nelayan.
Gambar 1.4 pantai sadeng |
Selain itu, bisa juga menyusuri bibir pantai sebelah timur dan menuju gundukan pasir yang berada di dekat pantai. Pemandangan laut lepas akan tampak jelas, beserta deburan ombaknya nan besar. Tak seperti pantai di Gunung Kidul umumnya, Sadeng tak banyak memiliki karang-karang raksasa sehingga pandangan mata tak akan terhalang. Kadang, bisa juga saksikan perahu nelayan sedang tengah melaut.
Mengunjungi Sadeng bagaikan menyaksikan sebuah proses evolusi. Selama perjalanan, bisa dikenang evolusi dataran rendah jalur aliran Bengawan Solo Purba dari tempat mengalirnya air hingga ladang palawija produktif. Sementara, mengunjungi pantainya seolah mengenang pantai semula muara sungai menjadi daerah sepi dan akhirnya berkembang menjadi pelabuhan perikanan terbesar di Yogyakarta.
0 Response to "PANTAI SADENG"
Post a Comment